Banyumas, Gatra.com - Destinasi wisata ramah muslim tak bisa diterapkan di semua daerah. Konsep wisata tersebut perlu mempertimbangkan kearifan lokal setempat.
Pengamat Pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Drs Chusmeru MSi mengatakan, wisata halal merupakan tren industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan muslim, yang meliputi semua bentuk produk dan pelayanan wisata. Meski demikian, penerapan wisata halal perlu mempertimbangkan kearifan lokal yang ada di suatu negara.
"Indonesia memiliki daerah yang sangat beragam dari sisi adat, tradisi, budaya, dan agama. Penerapan wisata halal secara baku dan kaku dikhawatirkan akan menimbulkan polemik, bahkan penolakan. Seperti Bali, misalnya, yang memiliki kekhasan adat, tradisi, dan budaya yang menyatu dalam agama Hindu sebagai mayoritas," ujarnya, Sabtu (30/11).
Menurut dia, wisata halal sebenarnya berada dalam ranah ekonomi, walau penerapannya di Indonesia bisa menyentuh isu agama dan politik. Kondisi di Indonesia yang beragam itulah membuat wisata halal tidak bisa dijadikan tagline wisata di semua daerah.
Untuk daerah dengan penduduk mayoritas muslim seperti di Jawa dan Lombok, wisata halal bisa dengan mudah diterapkan. Namun untuk daerah lain, mungkin hanya dalam hal aksesibilitas dan pelayanan saja bisa diterapkan.
Selain itu, amenitas dan atraksi harus disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Beberapa bentuk aksesibilitas dan pelayanan yang bisa diterapkan bagi wilayah yang sensitif terhadap tren wisata halal, misalnya biro perjalanan memberi kemudahan kepada wisatawan muslim untuk melakukan ibadah salat di perjalanan.
"Pemandu wisata maupun petunjuk melalui media promosi harus lebih komunikatif dan mudah dipahami wisatawan muslim. Biro perjalanan harus menawarkan produk kuliner halal, meski tidak tertutup kemungkinan wisatawan justru ingin menikmati kuliner khas daerah, sepanjang masih halal serta memberi pelayanan kepada wisatawan yang melakukan di saat bulan puasa dengan menyedikan menu berbuka dan sahur," ujarnya.
Dia menjelaskan, Global Muslim Travel Index (GMTI) mencatat, jumlah wisatawan muslim di dunia pada tahun 2020 mencapai angka 140 juta orang. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Asia, Afrika, maupun Eropa. Hal ini menjadi alasan beberapa negara seperti Jepang, Thailand, Korea Selatan, Inggris dan Jerman mulai mencanangkan gagasan wisata halal atau wisata ramah muslim (Muslim Friendly Tourism).
"Saat ini Indonesia baru dikunjungi 3,2 juta wisatawan muslim mancanegara. Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) menargetkan 6 juta wisatawan pada tahun 2024. Artinya masih ada peluang untuk meningkatkan kunjungan wisatawan muslim," ujarnya.
Reporter: Nugroho Sukmono
Editor: Budi Arista
"semua" - Google Berita
November 30, 2019 at 07:00PM
https://ift.tt/2swp1ec
Wisata Ramah Muslim Tak Bisa Diterapkan di Semua Daerah | Gaya Hidup - Gatra
"semua" - Google Berita
https://ift.tt/34ta3Di
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wisata Ramah Muslim Tak Bisa Diterapkan di Semua Daerah | Gaya Hidup - Gatra"
Post a Comment