Katadata membuat website khusus Covid-19 berisikan informasi dan data terkini dari otoritas resmi dan liputan redaksi. Simak di sini.
Banyak orang yang ingin melakukan tes virus corona Covid-19. Tapi tak sedikit yang ditolak oleh rumah sakit rujukan pemerintah. Katadata.co.id sempat melaporkan kondisi itu pada Minggu lalu, (15/3).
Sebut saja namanya Taufan. Ia datang ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan pada pukul 11.00 WIB. Hingga tiga setengah jam menunggu, tak satupun dokter memeriksanya.
Taufan merupakan satu dari sejumlah jurnalis di Istana Kepresidenan dan sempat melakukan kontak dengan menteri yang positif Covid-19, Budi Karya Sumadi.
Pihak rumah sakit berdalih belum menyiapkan fasilitas karena jumlah wartawan yang datang lebih 30 orang. “Akhirnya saya cuma mengisi data saja,” kata Taufan kepada Katadata.co.id.
(Baca: Melawan Virus Corona dari Rumah)
Keadaan sedikit lebih baik di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Para jurnalis yang sempat kontak dengan Budi Karya dapat memeriksakan diri dengan baik.
Namun, pemeriksaannya tergantung kondisi pasien. Yang tidak memiliki gejala, meski sempat kontak dekat dengan yang positif dapat pulang dengan status orang dalam pemantauan atau ODP.
Sementara, bagi mereka yang memiliki gejala dan sempat berdekatan dengan orang positif Covid-19, harus melakukan tes darah, rontgen, dan swab.
Tes swab sebenarnya yang paling menentukan seseorang positif corona atau tidak. Caranya, dengan mengambil sampel cairan di tenggorokan dan paru-paru. Sampel ini lalu diuji di laboratorium yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Pemerintah Indonesia menggunakan dua metode pemeriksaan dari sampel itu, yaitu polymerase chain reaction (PCR) dan genome sequencing (GS). Untuk metode yang pertama, hasilnya dapat selesai dalam waktu 24 jam. Sementara, GS butuh tiga haru baru selesai.
(Baca: Panik Pandemi, Bursa Saham Rontok)
Sulitnya Tes Virus Corona di AS dan Inggris
Kesulitan mendapatkan tes virus corona juga terjadi di banyak negara. Misalnya di Amerika Serikat, melansir laporan The Guardian, seorang pria berusia 61 tahun asal Brooklyn, New York tidak bisa mendapatkan tes itu. Padahal, ia baru saja menyelesaikan perjalanan dinas dari Barcelona, Spanyol.
Beberapa hari setelah kepulangannya dari negara yang kasus positif Covid-19 cukup banyak di Eropa itu, ia merasakan gejala batuk kering dan demam tinggi. Sebagai penderita asma, ia segera ke rumah sakit. Namun, sampai di sana, dokter memberitahunya tidak memenuhi syarat untuk tes virus corona.
Ia akhirnya hanya diminta pulang ke rumah dan memakai masker. Tiga hari kemudian, batuknya bertambah parah. Pergilah ia ke dokter lagi. Hasil pemeriksaannya, ia tak masuk ke dalam kriteria yang ditetapkan CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) untuk tes Covid-19.
Lalu, dokter itu merujuknya untuk melakukan X-ray. Hasilnya, ia menderita pneumonia atau infeksi paru-paru. Pemeriksaan yang ketiga, barulah ia akhirnya bisa melakukan tes swab.
(Baca: Kerja di Rumah ala Sri Mulyani: Evaluasi Laporan hingga Rapat Kabinet)
Tapi setelah kembali ke rumah dan menunggu 60 jam, hasilnya tidak pernah keluar. Setelah bertanya ke dokter, rumah sakit, dan hotline Covid-19, ternyata ia hanya akan diberi tahu hasil tesnya jika positif. Pada akhirnya, ia memilih mengisolasi diri selama 14 hari di rumahnya.
Di Inggris, banyak orang juga sulit melakukan tes. Pemerintah di sana sampai menjanjikan peningkatan pengujian dugaan kasus virus corona. Langkah ini ditempuh setelah Negeri Ratu Elizabeth itu mendapat kritikan keras dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
WHO menilai pemerintah di sana telah mengabaikan pentingnya tes virus corona dan memperingatkan agar Inggris tidak memerangi pandemi dengan mata tertutup. “Kita tidak bisa menghentikan pandemi ini jika kita tidak tahu siapa yang terinfeksi,” kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus beberapa waktu lalu.
Ghebreyesus hanya menyampaikan pesan sederhana untuk memutuskan rantai penularan virus itu. “Tes, tes, tes. Tes semua kasus terduga (suspected),” ucapnya.
(Baca: Kominfo Bakal Luncurkan Chatbot untuk Tangkal Hoaks Virus Corona Besok)
Seberapa Penting Tes Virus corona?
Jumlah penderita virus corona di Indonesia per hari ini, Selasa (17/3), mencapai 172 kasus. Jumlahnya selama sepekan terakhir terus bertambah. Puncak penyebarannya belum terjadi dan ada kemungkinan pada April nanti.
Mengapa tes virus corona penting? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu melihat apa yang dilakukan pemerintah Tiongkok, Korea Selatan, dan Singapura. Mereka melakukan tes ke banyak orang dan berhasil menurunkan angka penularan.
Korea Selatan bahkan menyediakan layanan pemeriksaan drive-through. Masyarakat yang sibuk bisa memeriksakan diri tanpa turun dari kendaraan. Petugas medis dapat melakukan pemeriksaan dan hasilnya keluar dalam waktu 10 menit.
Di Tiongkok, pemerintahnya mampu memeriksa 1,6 juta orang dalam sepekan. Metode yang digunakan adalah computed tomography (CT) scan. Pemeriksaan ini dapat melihat langsung organ pasien, terutama paru-paru dan ginjal yang sering disasar virus corona.
Singapura mengembangkan tes swab yang mampu mengeluarkan hasil dalam waktu tiga jam dengan akurasi 99%. Dalam sehari, pemerintah di sana dapat menguji 200 sampel.
Indonesa telah menjalin kerja sama pengadaan alat uji virus corona dengan Singapura secara bisnis ke bisnis (b-to-b). Melansir dari Tempo.co, Bio Farma belum membeli alat tersebut dalam jumlah besar karena harus diuji terlebih dulu. Perusahaan induk holding farmasi badan usaha milik negara itu juga mencari alternatif alat tes lainnya dari Korea Selatan dan Tiongkok.
(Baca: Membandingkan Cek Virus Corona di Indonesia dan Berbagai Negara)
Reporter: Dimas Jarot Bayu
"semua" - Google Berita
March 17, 2020 at 05:11PM
https://ift.tt/2wcLbnO
Tes Virus Corona, Benarkah Tak Semua Orang Perlu Melakukannya? - Katadata.co.id
"semua" - Google Berita
https://ift.tt/34ta3Di
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tes Virus Corona, Benarkah Tak Semua Orang Perlu Melakukannya? - Katadata.co.id"
Post a Comment